Kamis, 28 Mei 2009

KONSPIRASI ANTARA ARTIS - PEJABAT NEGARA DENGAN NII KW9 FAKSI AL-ZAYTUN

Seorang artis yang tidak asing lagi berinisial DS mengunjungi pesantren Al-Zaytun bersama suami dan keluarganya saat itu untuk menyampaikan sejumlah sumbangan (Media Indonesia, Kamis, 8 Maret 2001). Keberadaan pesantren yang terletak di Indramayu (Jawa Barat) itu diketahuinya setelah ia membaca sebuah artikel tentang itu di sebuah harian. Keterlibatan DS dijaringan NII Al - Zaytun tidak diragukan lagi, apalagi disetiap acara 1 muharram DS dan rekan-rekan artis tidak pernah absen di Al- Zaytun. Bahkan TIM SIKAT juga pernah menggrebek markas DS dibilangan Cilandak- Jakarta Selatan...( http://www.facebook.com/group.php?sid=9bb7e730ed69bdf132a61858c107b86b&gid=80559097637)

Sebelumnya, sebuah harian mengabarkan kunjungan ADI SASONO selaku Ketua Umum ICMI ke pesantren Al-Zaytun (pada Desember 2000 lalu). Bahkan pesantren yang dipimpin Syekh Al Ma’had AS Panji Gumilang, peresmiannya dilakukan oleh BJ Habibie, semasih ia menjabat sebagai Presiden RI pada bulan Agustus 1999. Peresmian itu mendapat perhatian media massa yang cukup luas, antara lain ditayangkan oleh SCTV pada Liputan 6 Siang.

Pesantren Al-Zaytun terletak di desa Gantar, Mekar Jaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Dibangun di atas tanah seluas 1.200 hektar, yang sebelumnya merupakan lahan tandus yang sama sekali tidak punya potensi ekonomi. Secara kelembagaan, pesantren ini dikelola oleh Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang berdiri secara resmi tanggal 1 Juni 1993 (bertepatan dengan 10 Dzul Hijjah 1413 H), dengan akte pendirian tertanggal 25 Januari 1994 bernomor 61 pada Notaris Ny. Ii Rokayah Sulaiman, SH.

Tokoh sentral pesantren Al-Zaytun (dan YPI) adalah Abu Toto alias Toto Salam alias Abu Ma’ariq alias Nur Alamsyah alias Syamsul Alam, yang kini bernama Syekh Al Ma’had AS Panji Gumilang. Abu Toto semula adalah kader NII (Negara Islam Indonesia) yang kemudian menyempal dan menyesatkan.

Menurut seorang tokoh NII struktural yang berdomisili di Bekasi, Abu Toto pernah menjabat sebagai koordinator KW-9 NII (Komandemen Wilayah 9 Negara Islam Indonesia) yang melingkupi DKI Jakarta dan sekitarnya, pada awal 1990-an. Pada 1996, Toto menggantikan posisi Tachmid Rahmat Basuki (anak kandung SM Kartosoewirjo) sebagai pelaksana harian NII, karena TRB memasuki masa pensiun. Sedangkan sebagai imam adalah Adah Djaelani yang kembali menjabat sejak 1994 setelah ia keluar dari penjara akibat terlibat kasus Komando Jihad buah rekayasa Ali Moertopo.

Versi lain mengtakan, Adah Djaelani sebagai imam saat itu melimpahkan kekuasaannya kepada Abu Toto sebagai upaya regenerasi, dengan sebelumnya memberhentikan Tachmid dari jabatannya sebagai KSU (Kepala Staf Umum).

Pengangkatan Abu Toto seperti itu ditolak oleh sebagian komunitas NII, dan sebagian lain mendukungnya. Dari sinilah Toto mulai menyempal dengan menyatakan bahwa ia dan kelompoknya merupakan NII warisan Kartosoewirjo. Dengan menyempalnya Abu Toto dari induknya (NII) telah menambah jumlah faksi yang sebelumnya sudah mencapai belasan.

Penolakan terhadap Abu Toto, dikarenakan ia sejak menjabat koordinator KW-9 NII (sejak 1991-1992) sudah melanggar syariat, antara lain:
1. Shalat dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol semata, sebab esensi perintah shalat adalah berjihad menegakkan atau membangun Daulah NII.
2. Menutup aurat (berjilbab) dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol semata, sebab esensi dari perintah menutup aurat adalah menyimpan rahasia.
3. Menghalalkan fa’i, pencurian maupun penipuan karena kondisi saat ini dinilai jahiliyah (masa kegelapan), maka mereka menyatakan berhak merampok harta WNRI dengan dalih dan cara apapun, meski korban juga beragama Islam. Dasar hukum yang digunakan adalah adanya keyakinan dalam doktrin NII yang menyatakan “Seluruh wilayah RI dan segala kekayaannya adalah milik NII dan segenap warganya” didasarkan pada proklamasi berdirinya NII tahun 1949 serta merujuk pada ayat “Sesungguhnya bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shalih.” Oleh karenanya secara hukum warga NII merasa berhak dengan mutlak atas harta yang kini berada di tangan setiap warga RI, dengan demikian untuk mengambil kembali harta dan kekayaan NII tersebut berlakulah hukum Tubarriru al Washilah (segala cara adalah halal).

Menurut Al Chaidar dalam bukunya berjudul Sepak Terjang KW-9 Abu Toto Syekh AS Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca SM Kartosoewirjo (hal. 105), “…Disinyalir kelompok NII KW-9 Abu Toto ini adalah misi terselubung untuk menghancurkan pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan memakai Islam itu sendiri…”

Sedangkan di majalah GAMMA edisi 1-7 Maret 2000 (hal. 72), Al Chaidar mengatakan, bahwa Abu Toto alias AS Panji Gumilang, pengasuh dan pendiri pondok pesantren Al-Zaytun adalah seorang intel yang disusupkan pemerintah ke dalam tubuh NII sejak 1990-an. Berkat kelihaiannya, Abu Toto berhasil menarik massa NII, melahap hartanya untuk kepentingan pribadi.

Menurut Ketua MUI Jawa Barat, KH Miftah Faridl, beliau pernah melakukan konfirmasi kepada Abu Toto sehubungan isu keterkaitan antara Al-Zaytun dengan NII. Menurut KH Miftah Faridl, Abu Toto membenarkan hal itu dan mengakui dirinya memang Komandan I pecahan DI/NII Kartosoewirjo. Toto juga mengakui melakukan penggalangan dana melalui program infaq wajib kepada warganya untuk mendukung pendirian Al-Zaytun. Namun Toto menyangkal ada tekanan dan ancaman di dalam melaksanakan program tersebut.

Beberapa waktu lalu di beberapa media nasional pernah diturunkan liputan tentang kasus korban NII KW-9. Pada TEMPO edisi 5 Maret 2000, antara lain dikisahkan tentang Catur, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 1997 yang terlibat gerakan NII KW-9. Ia punya kewajiban merekrut anggota baru dan wajib menyumbangkan sebagian hartanya untuk membiayai pergerakan. Ada yang dirasakan janggal oleh Catur, yaitu ia dan kawan-kawannya diizinkan tidak shalat sebelum negara Islam terbentuk. Akhirnya Catur hengkang.

Harian Galamedia, Bandung, edisi 17 Februari 2000 memuat pengakuan seorang Ibu berusia 45 tahun, yang anaknya kuliah di UNPAD (angkatan 1998) dan masuk menjadi anggota NII selama lebih dari setahun. Setelah bergabung dengan NII KW-9 sang anak jadi berubah. Selain tidak mau belajar dengan baik juga selalu membangkang terhadap perintah orangtua. Tadinya anak itu saleh dan sering shalat, tapi belakangan berubah. Tidak setiap hari pulang ke rumah, kadang-kadang pulang lima hari sekali atau seminggu sekali, prestasi belajarnya pun semakin memburuk.

Majalah FORUM KEADILAN edisi 27 Februari 2000 mengisahkan penuturan Suryana, 52 tahun. Menurut Suryana, anaknya suka melalaikan ibadah wajib (shalat) dan suka mencuri barang berharga milik ibunya. Sang anak beralasan, barang milik orang yang tidak masuk NII KW-9 halal diambil. Kisah yang lebih tragis dialami Ibu Yenni. Suatu hari anak perempuannya yang telah terjerat NII KW-9 meminta uang sebesar satu juta rupiah untuk diinfakkan kepada ustadznya. “Kalau Mama nggak ngasih, berarti Mama menghalangi gerakan kami. Artinya Mama halal untuk dibunuh…”

Berdasarkan penuturan sejumlah korban yang pernah datang ke LPPI, berhasil dibuat catatan kecil tentang doktrin sesat NII KW-9 Al-Zaytun, antara lain:

1. Pengulangan sejarah akan terjadi, seperti yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf alaihissalam. Tujuh tahun masa panen dan tujuh tahun masa paceklik. Untuk itu ummat selama tujuh tahun harus menyerahkan hartanya kepada Imam NII, sebagai persiapan untuk masa paceklik setelah tujuh tahun kemudian. Dengan tanpa ada ketetapan sejak kapan dimulainya. Dan tidak pula ada yang mempertanyakannya.
2. Sejarah kisah Ashabul Kahfi akan terulang, suatu saat nanti.
3. Seluruh dana yang berhasil dikumpulkan akan dikelola melalui ma’had Al Zaytun.
4. Ma’had Al Zaytun, yang sudah berdiri tegak di berbagai daerah adalah bentuk dan wujud konkret amal usaha NII dalam merintis tegaknya Madinah dan Daulah NII.

Pada dasarnya kesesatan yang dibawa Abu Toto pimpinan Al-Zaytun, secara sederhana dapat digolongkan ke dalam dua golongan. Pertama, untuk urusan shalat atau puasa, dinyatakan belum wajib dijalankan karena negara Islam belum berdiri (masih dalam perjuangan). Sedangkan untuk urusan berbau duit, seperti zakat, infaq, shadaqoh, nilainya digelembungkan. Bila zakat fithrah yang umum berlaku adalah sekitar Rp 10.000,- (bila dikonversi dalam bentuk uang), maka menurut aturan Abu Toto, jumlah itu bisa mencapai Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) bahkan bisa mencapai Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Dan itu semua tidak disampaikan kepada fakir-miskin, melainkan untuk dana pembangunan Al-Zaytun.

Fenomena Islam Sesat Al-Zaytun ini sudah lama menarik perhatian LPPI. Sampai saat ini LPPI terus melakukan investigasi dan pengumpulan berbagai data tentang kesesatan mereka. Termasuk data otentik tentang Abu Toto alias Syekh Al Ma’had AS Panji Gumilang. Apalagi mengingat masih banyak anggota masyarakat yang tidak kenal wujud asli Abu Toto dan pesantren Al-Zaytunnya.

Bahkan bila memungkinkan LPPI akan menggandeng lembaga terkait, sebisa mungkin akan melakukan advokasi terhadap para korban Abu Toto yang telah dirugikan secara materi. Harta milik ummat telah dirampas melalui Qoror-qoror seperti program Qiradl, Zakat Fithrah yang nilainya digelembungkan, Infaq dan Shadaqah, Qurban dan Tartib.

Tidak hanya seorang Dewi Sandra yang tidak paham, bahkan juga tokoh nasional seperti Adi Sasono yang kini menjabat sebagai Ketua Umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tentunya merupakan suatu ironi bila seorang Ketua Umum ICMI tidak bisa membedakan antara ayam dengan musang berbulu ayam.

Nampaknya ketidaktahuan Adi Sasono diwarisi dari Ketua Umum ICMI sebelumnya, Prof. B.J. Habibie, yang saking awamnya dengan ‘dunia pergerakan’ Islam secara sukarela meresmikan Al-Zaytun yang bagi kalangan Islam ‘pergerakan’ merupakan landmark keberhasilan aliran sesat memperdaya elite politik nasional.

Semasa Orde Baru, Rudini selaku Menteri Dalam Negeri dan elite Golkar, pernah mengadopsi LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) ke dalam Golkar. Ia tidak tahu, bahwa sesungguhnya Lemkari adalah nama baru dari Islam Jama’ah yang sudah dinyatakan sesat dan dilarang oleh Kejaksaan Agung. Kini, Lemkari mengubah namanya menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), dan bertebaran di berbagai pelosok Indonesia.

Sabtu, 16 Mei 2009

Sejarah Pengkhianatan: founding fathers terhadap bangsa Indonesia

Sebelum ada TNI, sejak pra kemerdekaan hingga kemerdekaan, komponen-komponen pejuang terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu Hisbullah, Peta (Pembela Tanah Air) dan Laskar-laskar.

Milisi Hisbullah merupakan campuran berbagai ormas Islam seperti Muhammadiyah, Masyumi, Syarikat Islam, dan NU.

Sedangkan milisi Peta (Pembela Tanah Air) mayoritasnya berasal dari Muhammadiyah, dimana Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu tokohnya.

Yang dimaksud dengan laskar-laskar, terdiri dari berbagai laskar seperti laskar minyak, laskar listrik, laskar pesindu, laskar pemuda sosialis dan laskar Kristen.Umat Islam dan TNI
Laskar pemuda sosialis dan laskar kristen adalah minoritas. Sedangkan laskar minyak, listrik dan sejenisnya berasal dari komunitas sejenis bajing loncat yang insyaf dan membentuk kekuatan rakyat dan bergabung dengan Laskar mayoritas Hisbullah.

Pada 1946 terbentuk TKR (Tentara Keselamatan Rakyat) yang berasal dari ketiga komponen tersebut, dan Hisbullah merupakan unsur yang paling banyak (mayoritas).

Pada 1947, TKR menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia ), di bawah pimpinan Panglima Besar Sudirman yang berasal dari Peta. Sebagai wakilnya adalah Urip Sumoharjo seorang mantan tentara KNIL (tentara Belanda) yang beragama Kristen.

Sejak saat itulah terjadi ketidak-adilan, dimana minoritas menguasai mayoritas di tubuh (embrio) TNI. Kelak, para pejuang sejati dari Hisbullah dan peta (terutama Hisbullah) digusur oleh mantan tentara KNIL. Selain Urip Sumohardjo (mantan KNIL beragama Kristen), mantan KNIL lainnya adalah Gatot Soebroto (Budha), Soeharto (Kejawen), dan A.H. Nasution (nasionalis sekuler yang keberislamannya tumbuh setelah digusur Soeharto).

Tentara KNIL adalah tentara Belanda yang memerangi tentara rakyat Indonesia yang ketika itu sedang berusaha menggapai kemerdekaan. Tentara KNIL adalah pengkhianat bangsa. Namun ketika Indonesia merdeka, merekalah yang merebut banyak posisi di tubuh institusi tentara (TNI). Sedangkan pejuang sejati terutama yang tergabung dalam Hisbullah disingkirkan begitu saja.

Terbukti kemudian, ketika para pengkhianat itu memimpin bangsa , kehidupan kita menjadi penuh musibah. Soekarno, ketika rakyat bersusah payah mengusir penjajah, ia justru membuat perjanjian damai dengan Belanda. Sedangkan anak angkat Gatot Soebroto termasuk salah seorang tokoh pemegang HPH yang menggunduli hutan kita.

Kahar Muzakar dan Kartosoewirjo
Pada tahun 1946 Kahar Muzakar (Panglima Hisbullah dari Sulawesi) dikirim ke Yogya (Ibukota RI) untuk menghimpun kekuatan rakyat. Saat itu Panglima Hisbullah Kalimantan adalah Hasan basri, yang berpusat di Banjarmasin . Sedangkan Panglima Nusatenggara adalah Ngurah Rai yang berpusat di Bali .

Sedangkan Kartosoewirjo adalah Panglima Hisbullah Jawa Barat. Ia terus berjuang melawan penjajah Belanda.Pada 17 Januari tahun 1948, ketika terjadi Perjanjian Renville (di atas kapal Renville) daerah yang dikuasi rakyat Indonesai semakin kecil, karena daerah inclave harus dikosongkan. Kartosoewirjo tidak mau mengosongkan Jawa Barat, maka timbullah pemberontakan Kartosoewirjo tahun 1948 melawan Belanda.

Kala itu Kartosoewirjo selain harus menghadapi Belanda juga menghadapi mantan tentara KNIL yang sudah bergabung ke TRI yang kala itu mereka baru saja kembali dari Yogyakarta .

Kartosoewirjo yang berjuang melawan Belanda dalam rangka mempertahankan Jawa Barat karena dia adalah Panglima Divisi Jawa Barat, justru dicap pemberontak oleh Soekarno, sehingga dihukum mati pada 1962.

Menurut Dr. Bambang Sulistomo, putra pahlawan kemerdekaan Bung Tomo, tuduhan pemberontak kepada Kartosoewirjo dinilai bertentangan dengan fakta sejarah.

"Menurut kesaksian almarhum ayah saya, yang ditulisnya dalam sebuah buku kecil berjudul HIMBAUAN, dikatakan bahwa pasukan Hizbullah dan Sabilillah, menolak perintah hijrah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan isi perjanjian Renvile; dan memilih berjuang dengan gagah berani mengusir penjajah dari wilayah Jawa Barat. Keberadaan mereka di sana adalah atas persetujuan Jenderal Soedirman dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada saat clash Belanda kedua, pasukan TNI kembali ke Jawa Barat dan merasa lebih berhak menguasai wilayah yang telah berhasil direbut dengan berkuah darah dari tangan penjajah oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah di bawah komando SM Kartosoewirjo. Karena tidak dicapai kesepakatan, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Islam dan tentara republik tersebut…" (Lihat Buku "FAKTA Diskriminasi Rezim Soeharto Terhadap Umat Islam", 1998, hal. xviii).

Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Deliar Noor berkomentar: "Kesaksian almarhum ayah saudara itu, persis seperti kesaksian Haji Agoes Salim yang disampaikan di Cornell University Amerika Serikat, tahun 1953. Memang perlu penelitian ulang terhadap sejarah yang ditulis sekarang…"

Pada buku berjudul "Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo" (Juli 1999, hal. xv-xvi), KH Firdaus AN menuliskan sebagai berikut:

"…Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus `hijrah' dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia . Waktu itu Jenderal Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta . Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu…."

"…Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman: `Apakah siasat ini tidak merugikan kita?' Pak Dirman menjawab, `Saya telah menempatkan orang kita disana`, seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis.

"…Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul `Himbauan', yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman…"

"…Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut.

Dikatakan dengan keterangan Jenderal Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud `orang kita' atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapatlah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI /TII; dan yang menumpasnya adalah Jenderal AH Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji! Apakah itu bukan dosa…?"

Terbentuknya Kodam-kodam
Tahun 1950, TRI mereorganisasi membentuk divisi-divisi dalam bentuk TT (Tentara Teritorium yang merupakan embrio Kodam. Ini merupakan awal daripada AD (Angkatan Darat) dan PKI (Partai Komunis Indonesia ) berkuasa menguasai TRI melalui kodam-kodam (divisi-divisi) .

Kala itu provinsi di Ind masih terdiri dari
1. Kalimantan, dengan ibukota Banjarmasin
2. Sulawesi,dengan ibukota Makassar
3. Sumatera Selatan, dengan ibukota Palembang
4. Sumatera Tengah, dengan ibukota Padang
5. Aceh, dengan ibukota Banda Aceh
6. Sunda Kecil ( Bali , NTT, NTB), dengan ibukota Singaraja.

Pada Desember 1950 terjadi pengakuan kedaulatan RI. Dua bulan kemudian Jen. Sudirman meninggal, kepemimpinannya dilanjutkan oleh Urip Sumohardjo mantan tentara KNIL beragama Kristen. Sementara itu, Panglima Divisi Sulawesi, Kahar Muzakar yang ditugaskan ke Yogya utk menghimpun kekuatan rakyat di tahun 1946, jabatannya sebagai Panglima Divisi Sulawesi diisi oleh Gatot Subroto mantan KNIL beragama Budha yang anti Hisbullah.

Terjadi konflik antara Kahar dengan Gatot Subroto, sehingga diciptakan situasi yang merugikan/merusak citra Kahar (putra daerah), akibatnya Kahar melawan ketidakdilan dan ketidak benaran yang dihembuskan Gatot Subroto.

Tahun 59/60 Kahar dinyatakan terbunuh dalam pertempuran, tetapi jenazahnya tidak ditemukan. M. Jusuf pernah dikirim melawan Kahar, mengalami kekalahan namun bisa selamat kembali ke Jakarta .

Tidak semua divisi mengalami pergolakan. Di Kalimantan Selatan, Ibnu Hadjar menjadi Panglima KRJT (Kesatoean Rakjat Jang Tertindas). Institusi ini di bawah Panglima Divisi kalimantan yang panglimanya adalah Hasan Basri. Sedangkan Divisi Jawa Timur panglimanya adalah Jen. Sudirman (sebelum meninggal dunia).

Ketidak-adilan di dalam tubuh TRI semakin terasa ketika orang-orang dari Sulut yang beragama Kristen (dan mantan tentara KNIL) banyak menduduki jabatan penting, antara lain Kol. Kawilarang (menjabat panglima divisi Siliwangi), Kol. Ventje Sumual, dan sebagainya.

Apalagi kemudian AD memegang kendali pemerintahan, setelah Soekarno tumbang. Soeharto yang mantan KNIL dan penganut Kejawen, kemudian mengawali pemerintahannya dengan rasa benci yang mendalam terhadap Islam.

Sebelum era Benny Moerdani, Soeharto menempatkan orang-orangnya seperti Panggabean, Soedomo dan Ali Moertopo yang dengan baik memenuhi kemauan Soeharto.

Ali Moertopo sukses dengan proyek Komando Jihad. Kemudian Soedomo juga sukses dengan Kopkamtibnya "ngegebukin" umat Islam. Benny Moerdani sukses dengan proyek Imran/Woyla dan Tanjung Priok. Try Soetrisno sukses dengan proyek Lampung dan DOM Aceh, juga beberapa kasus seperti Haur Koneng, dan sebagainya.

Jenderal M. Jusuf (orang Makasar) sempat didudukkan sebagai Pangab, sebelum Benny. Ketika itu tekanan terhadap Islam agak mereda, perlakuan ala binatang terhadap Tapol dan Napol Islam, agak berkurang ketika Yusuf menjadi Pangab. Kesejahteraan prajurit pun membaik. Namun tidak banyak yang bisa ia lakukan. Meski dari Makasar ternyata Yusuf tidak semilitan Katholik abangan seperti Benny.

Di masa Benny, betapa sulitnya mendapatkan perwira Muslim yang menjabat Komandan Kodim. Semuanya Kristen, hanya satu-dua saja yang Budha atau Hindu. Pada umumnya Dandim adalah perwira Kopassandha (kini Kopassus). Untuk menjadi perwira Kopassandha, rangkaian testing dilakukan hari Jumat, sehingga prajurit yang masih loyal kepada agamanya, tidak bisa ikut test. Akibatnya, dari puluhan perwira Kopassandha kala itu, hanya satu yang Islam (abangan), dan satu Hindu atau Budha.

Penyingkiran secara sistematis ini sudah berlangsung sejak Panggabean, yang meneruskan tradisi Urip Soemohardjo dan Gatot Soebroto, sejak awal kemerdekaan terutama sejak wafatnya Jen. Soedirman.

Namun demikian untuk menghindarkan kesan diskriminatif, Benny merekrut juga pemuda-pemuda Islam menjadi tentara (bukan perwira Kopassandha) . Tapi yang ia pilih yang tolol-tolol. Kalau ada pemuda Islam dari keluarga baik-baik (militan) kemudian cerdas, pasti dinyatakan tidak lulus testing dengan berbagai macam alasan.

Pemuda Islam tolol yang direkrut jadi tentara sebagian besar dikirim ke Timor Timur untuk menyetorkan nyawa. Ada diantara mereka yang selamat, seperti Ratono yang pernah terlibat kasus Priok. Ratono sampai kini masih hidup semata-mata karena keberuntungan, atau setidaknya Allah jadikan ia sebagai saksi hidup kebiadaban Benny dan para pendahulunya.

Tahun 1988 perseteruan Benny – Soeharto meruncing, terutama setelah rencana kudeta yang gagal dari Benny cs terhadap Soeharto, yang berakibat dicopotnya Benny dari jabatan Pangab dan digantikan Try.

Ketika Try menjabat Pangab (1989), Benny Moerdani kemudian menjabat Menhankam. Anehnya, Try masih melapor kepada Benny, padahal seharusnya ke presiden sebagai Pangti. Termasuk, laporan intelijen (ketika itu BAIS masih di bawah Pangab) Try Soetrisno selalu meneruskannya ke Benny.

Tahun 1992 Try dipensiunkan dan menduduki kursi Wapres berkat usaha gigih kalangan AD. Ketika itu sebenarnya Soeharto lebih condong ke Habibie, namun berkat fait accomply Harsudiono Hartas yang ketika itu menjabat Kassospol ABRI, akhirnya Try-lah yang baik mendampingi Soeharto selama lima tahun (hingga 1997).

Kursi Pangab kemudian diisi Eddy Sudrajat. Di masa Eddy inilah tekanan terhadap ummat Islam yang gencar dilakukan sejak Benny dan Try menjadi Pangab, agak mengendor. Bahkan kemudian di Mabes berdiri mesjid, sehingga para perwira dan prajurit bisa shalat Jum'at di Mabes.

Pada masa itu, Eddy Sudrajat sempat menjabat tiga jabatan sekaligus. Selain masih menjabat KASAD dan Panglima ABRI ia pun dilantik sebagai Menhankam. Semua jabatan itu satu per satu dilepaskan, kecuali Menhankam. Jabatan KASAD dilimpahkan ke Wismojo dan Panglima ABRI kepada Feisal Tanjung.

Di masa Feisal Tanjung, ummat Islam bisa bernafas lega. Tapol dan Napol banyak yang dibebaskan, meski masih terkesan takut-takut. Bahaya ekstrim kanan yang selalu dihembuskan sejak dulu, sirna dengan sendirinya. Bahkan, lulusan pesantren bisa masuk AKABRI ya cuma di masa Feisal Tanjung.

Sayangnya Feisal bersama Syarwan Hamid dituduh terlibat kasus 27 Juli, yang sebagian besar korbannya ya ummat Islam juga. Pada masa inilah muncul istilah ABRI hijau dengan konotasi negatif.

Setelah Feisal, Wiranto mendapat giliran menjadi Pangab. Wiranto semula adalah kader Benny. Karenanya, ketika ia naik menjadi KASAD kemudian Pangab, banyak juga yang waswas. Ketika Wiranto menjadi KASAD, perwira Muslim di lingkungan KASAD digeser dan digantikan dengan Hindu atau Budha.

Untung ada Prabowo. Sebenarnya Prabowo juga kader Benny, bahkan sejak ia masih Letnan. Namun akhirnya Prabowo melihat ketidak-adilan yang dibuat Benny, dan ia memberontak, sehingga jadilah Prabowo sebagai musuh nomor satu Benny. Kalau tidak ada Prabowo, mungkin sampai kini tidak ada yang bisa menjadi musuh Benny. Selain karena ia menantu Presiden, Prabowo juga banyak uang sehingga bisa menetralisir pengaruh "orang-orang Benny" di tubuh ABRI.

Meski Bowo jarang shalat, ia tetap saja dikategorikan sebagai ABRI hijau, mungkin karena keberpihakannya. Berkat tekanan dari Prabowo dkk akhirnya Wiranto tak berkutik. Bahkan belakangan ia ikut-ikutan menjadi ABRI hijau. Sebuah pilihan yang pragmatis.

Wiranto akhirnya bisa juga berteman dengan Abdul Qadir Djaelani, dan sebagainya. Dari sinilah lahir istilah aneh-aneh, seperti Pam Swakarsa, dan sebagainya, yang kesemuanya itu cuma membuat malu umat Islam.

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sejak dulu yang namanya tentara itu lebih banyak merugikan Islam. Kalau tidak memusuhi secara terang-terangan, maka ia berbaik-baik sambil memberikan stigma.

Seharusnya ummat Islam menjaga jarak yang pas dengan tentara. Jangan mau digebukin tetapi juga jangan sampai ditunggangi dengan alasan kerja sama sinergis.

Sialnya, masih ada saja diantara umat Islam yang mau ditunggangi tentara padahal dulu mereka sering digebukin. Rasanya, kemiskinanlah yang membuat mereka seperti itu. ( M. Umar Alkatiri )

[sumber:swaramuslim ]

Senin, 04 Mei 2009

SOLIDARITAS UMAT ISLAM UNTUK KORBAN AL-ZAYTUN SESAT ( SIKAT )

WAJARLAH kalau ada yang sakit hati ditindas oleh NII Al Zaytun!
Apalagi mereka yang masih ada IMANNYA
Sebuah Hadits menyatakan:”Mukmin dengan Mukmin itu BERSAUDARA - BAGAIKAN SATU TUBUH - Bila Ada Anggota Tubuhnya Yang Sakit - Maka akan dirasakan oleh SELURUH anggota yang lain” (HR.Buchori-Muslim)
Kami yakin keberadaan http://www.nii-crisis-center.com bukanlah sebagai BARISAN SAKIT HATI atau mereka YANG IRI HATI-PENDENGKI.
Kami meyakini mereka adalah Golongan yang SEDIKIT masih mau PEDULI dengan nasib Saudaranya Seiman & Seperjuangan
Hanya Ridho Allah swt yang mereka harapkan, ditengah sejuta PAMRIH, Materialisme dan ketidakpedulian ORMAS Islam & Ulama - dan KITA SEMUA yang masih mengaku Menegakkan Dienul slam
Kami juga sangat meyakini dijajaran website ini adalah mereka yang juga mencita-citakan IDEALISME yang sama dengan para jama’ah NII Al Zaytun
Kamipun yakin niat tulus website ini untuk setidaknya ‘mengurangi’ bahkan membendung arus kerusakan yang diakibatkan oleh MESIN PENGHANCUR AQIDAH, PENINDAS SYARI’AH & PERUSAK MUAMALAH - UKHUWAH sebuah BERHALA MADE IN THOGUT - INTELEJEN NEW ORBA bernama MA’HAD AL ZAYTUN
Semoga Allah swt memaafkan kita semua, untuk saling menasehati dalam kebenaran dan terus memperjuangkannya dalam kesabaran.

SATU KATA ‘LAWAN’ SEGALA BENTUK PENINDASAN & KETIDAKADILAN
Itulah ALASAN UTAMA 15 Tahun lalu Aku Memilih Masuk NII
Lalu aku ‘kaslan’ keluar dari NII - dan melawan Kedzaliman Abu Toto

Salam Rindu
untuk Semua Saudaraku, terutama :
SIKAT
Segelintir Pejuang Anti Berhala Al Zaytun, dan
Jama’ah NII KW9 - Al Zaytun

http://www.nii-crisis-center.com/